Jumat, 18 Maret 2011

Advokat Agung Republik Indonesia, Suatu Gagasan Revolusioner

Pencetusan Gagasan atau Ide membentuk suatu Lembaga Negara yang menaungi para Advokat, dalam hal ini adalah Advokat Agung Republik Indonesia (AARI) pertama kali dilontarkan oleh Advokat atau praktisi hukum kenamaan DR. H. Eggi Sudjana, S.H., M.Si., Sepintas gagasan ini memang terdengar cukup menggelitik, mengingat secara ketatanegaraan lembaga semacam ini tidak pernah dikenal sebelumnya, terlebih belum ada acuan serupa di negara-negara demokrasi lainnya. Namun, menurut saya gagasan ini merupakan sesuatu yang wajar dan harus diberikan ruang untuk dibicarakan bersama, mengingat minimnya bantuan dan perlindungan hukum kepada masyarakat kecil, ditambah dengan sering kali terjadinya konflik antar wadah Advokat yang hingga kini tidak kunjung terselesaikan, bahkan dikhawatirkan terjadinya konflik antar Advokat. Selain itu, menurut saya gagasan tersebut sangatlah revolusioner dalam hal menuntaskan beberapa permasalahan hukum untuk menunjang profesionalisme profesi Advokat dan memaksimalkan peranannya dalam penegakan hukum secara adil dan merata, terutama dalam hal mengaplikasikan kewajiban dan tanggung jawab profesi Advokat dalam hal memberikan bantuan hukum, yang mana dengan terbentuknya AARI diharapkan mampu memenuhi amanat UUD RI 1945, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum, selain itu pula AARI bertujuan untuk melengkapi unsur yudikatif dalam sistem pemerintahan Indonesia ke depan, yang mana Lembaga Negara tersebut merupakan Lembaga Negara yang setara kedudukannya dengan Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung, serta Kepolisian Republik Indonesia. Keberadaan AARI pun diharapkan mampu pula menempatkan dunia Advokat pada posisi yang proporsional, profesional dan lebih bermartabat. Selain itu diharapkan pula melalui AARI mampu memberikan advokasi kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Harapan lebih besar saya tempatkan kepada keberadaan AARI ini agar mampu menempatkan Advokat dalam posisi yudikatif terkait konteks pembagian kekuasaan negara, terlebih lagi idealnya saya berharap Lembaga Negara lainnya seperti Kepolisian RI dan Kejaksaan Agung dapat pula dimasukan dalam kategori lingkup yudikatif, bukan dibawah eksekutif. Sehingga, dengan demikian konsep dasar Trias Politica seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif bisa berjalan seimbang dan fungsional untuk kesejahteraan rakyat. Singkat kata, kehadirat Advokat Agung Republik Indonesia dapatlah memberikan keseimbangan antara kesehatan fisik dan kesejahteraan batin bagi masyarakat, yaitu berupa diperlakukannya seluruh masyarakat dengan seadil-adilnya, karena terjaga dan terurus segala kepentingan atau penderitaan di dalam memperjuangkan atau mendapatkan hak-hak hukum yang melekat secara hak asasi manusia pada diri masyarakat Indonesia seluruhnya.


Oleh karenanya, AARI ini haruslah bertujuan untuk menempatkan rasa keadilan sebagai sesuatu yang utama atau tertinggi dalam penegakan hukum serta melayani keadilan untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia dan warga dunia lainnya. Karena, apabila kita menganalogikan profesi Advokat dengan profesi Dokter, sejatinya tidak ada yang berbeda hanya saja profesi Dokter membantu masyarakat dibidang kesehatan sedangkan Advokat dibidang hukum. Namun, profesi Dokter kerap kali mendapatkan tempat tersendiri di mata pemerintah dengan menyediakan fasilitas penunjangnya hingga kedaerah pedesaan melalui keberadaan Puskesmas atau Posyandu, dimana kemudian Pemerintah mengakomodir dokter-dokter untuk mengisi puskesmas dalam melayani kesehatan rakyat. Sedangkan, tidak pernah kita mendengar pemerintah mengakomodir kehadiran para Advokat di pelosok kampung yang bertujuan untuk melayani kebutuhan rasa keadilan bagi masyarakat desa, padahal sejatinya kebutuhan rasa keadilan maupun kesehatan jasmani merupakan hal yang serupa dan penting serta dijamin berdasarkan UUD RI 1945 yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari negara, dalam hal ini Pemerintah. Selain itu pula, Selama ini masyarakat menganggap berurusan dengan Advokat harus mempunyai uang yang banyak, sehingga masyarakat pada umumnya terutama di pelosok desa yang hidupnya di bawah garis kemiskinan enggan berhubungan dengan Advokat ketika hak-hak hukum mereka direnggut oleh ketidakdilan, maka mereka lebih memilih pasrah untuk dizalimi, karena tak berdaya, hal ini seharusnya menjadi tanggung jawab Negara untuk melindungi rakyatnya serta menjamin hak-hak hukumnya, sebagaimana yang telah diamanatkan oleh UUD RI 1945.

Sehingga, apabila Lembaga Negara AARI ini berdiri, maka institusi tersebut dapat memiliki peran untuk menempatkan para advokat di daerah-daerah terpencil, dimana dapat pula dibentuk Pos Bantuan Hukum (Posbakum) di setiap pelosok desa layaknya Puskesmas/Posyandu. Selain itu, dengan adanya Lembaga Negara AARI ini juga akan menghilangkan kerancuan dalam menentukan lembaga yang menjadi Advokat Negara. Karena, apabila selama ini Kejaksaan Agung berperan ganda, selain sebagai Jaksa Penuntut tetapi juga disatu sisi berperan sebagai Advokat Negara, maka akan sangat bertolak belakang dan berbenturan apabila dilihat dari sisi kepentingan dan tanggung jawab profesinya, dimana di satu sisi kejaksaan adalah lembaga penuntutan, namun di sisi lain, juga menjadi Advokat Negara, yang tidak lain adalah pembela hak-hak hukum. Akan tetapi, dengan hadirnya Lembaga Negara AARI ini, diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan tersebut serta terutama bagi penyelesaian konflik dualisme wadah para Advokat yang hingga kini masih tidak terselesaikan. Oleh karena keberadaan AARI ini akan juga berperan sebagai Lembaga Negara yang menaungi wadah para Advokat, dimana setiap permasalahan para Advokat kelak tidak harus diselesaikan melalui Mahkamah Agung (MA), tetapi melalui AARI ini. Karena biar bagaimanapun seorang Advokat harus memiliki posisi atau kedudukan yang sama dengan Jaksa, Hakim, dan Kepolisian. Sehingga, apabila MA yang mengatur Advokat, berarti tidak ada kesetaraan diantaranya dan Advokat merupakan profesi yang berkedudukan di bawah MA.

Oleh karena begitu signifikannya peranan yang dapat diberikan AARI, maka gagasan ini harus dijadikan wacana yang serius untuk nantinya direalisasikan sesedera mungkin oleh pemerintah sebagai suatu solusi dari carut marutnya hukum di negara Indonesia ini. Namun, tentunya terealisasinya gagasan ini akan memiliki banyak implikasi dan konsekuensi yuridis dan sosiologis, antara lain munculnya Lembaga Negara baru dengan segala infrastrukturnya dan juga APBN yang perlu dianggarkan oleh pemerintah bersama-sama DPR RI demi memikirkan dan memperjuangkan tegaknya rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana amanat atau perintah doktrin yang kita junjung tinggi yaitu sila ke-2 “Kemanusiaan yang adil dan beradab” dan sila ke-5 “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, dari Pancasila sebagai ideologi negara Republik Indonesia ini. Sehingga, apabila bangsa Indonesia dalam hal ini khususnya Pemerintah dan DPR RI konsisten menempatkan Pancasila sebagai ideologi negara yang harus dijalankan secara murni dan konsekuen, maka lembaga AARI tersebut merupakan suatu keharusan yang harus dengan sesegera mungkin diwujudkan kehadirannya. Hal ini pun merupakan bagian dari konsistensi Pemerintah bahwa bangsa Indonesia telah memilih bernegara dengan menganut sistem Trias Politica dan berdemokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar